5+ Peran Advokat dalam Hukum di Indonesia
Apa Peran Advokat dalam Hukum di Indonesia? Dalam praktek penegakan hukum di Indonesia, seringkali para penegak hukum sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan main yang ada, dalam artian aturan main yang formal.
Seorang Advokat adalah seorang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasar ketentuan undang-undang.
Kedudukan Advokat sebagai penegak hukum telah diatur didalam Pasal 5 Ayat (1) UURI. No. 18Tahun 2003 tentang Advokat, yakni, “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiriyang dijamin oleh hukum dan peraturan perudang-undangan”.
Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 5 ayat (1) UU Advokat, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah : “Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan yang setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan”.
Sedangkan yang dimaksud dengan “bebas” adalah sebagaimana dirumuskan dalam penjelasan pasal 14, yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa takut, atauperlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi.
Kebebasan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Table of Contents
Peran Advokat dalam Hukum di Indonesia
Peran menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film),tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.
Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Peran dalam penelitian ini adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh Advokat sebagai penegak hukum dalam rangka mendukung terwujudnya sistem peradilan pidana terpadu dalam penegakan hukum pidana di Indonesia.
Hadirnya UURI. No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UURI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, UURI. No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta UURI No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Secara yuridis normatif, dikonstruksikan sebagai bagian dari adanya peran Advokat dalam sistem peradilan pidana dengan harapan dapat dilaksanakan secara konsekuen.
Sehingga kebutuhan akan jasa hukum / bantuan hukum disamping demi kepentingan mereka yang terlibat suatu perkara (tersangka / terdakwa) juga untuk kepentingan sistem peradilan pidana itu sendiri yaitu dalam rangka membantu mencari kebenaran meteriil atas suatu perkara pidana.
Mendapatkan kebenaran materiil adalah suatu tujuan yang harus dicapai oleh hukum acara pidana, yang pelaksanaanya dilakukan dengan sistem peradilan pidana.
Sistem Peradilan Pidana adalah suatu komponen (sub system) peradilan pidana yang saling terkait atau tergantung satu sama lain dan bekerja untuk satu tujuan, yaitu untuk menanggulangi kejahatan sampai batas yang dapat ditoleransi masyarakat.
Pengertian itu menggambarkan adanya keterpaduan antara sub-sub system yang ada dalam peradilan.
Sedangkan kata terpadu dalam sistem peradilan terpadu disini adalah adanya kesamaaan prosedur (sub sistem dalam peradilan pidana pada posisi masing-masing harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan/ ditentukan di dalam undang-undang).
Persepsi (adanya pemahaman/ pengetahuan yang sama antara sub-sub system terhadap perkara/ kasus yang ada).
Lalu tujuan (sub-sub sistem peradilan harus memiliki tujuan sama yaitu menanggulangi kejahatan hingga batas toleransi yang dapat diterima masyarakat).
Sistem Peradilan Pidana Terpadu adalah sistem peradilan pidana yang didukung oleh pengaturan jasa hukum dan hak bantuan hukum yang memungkinkan komponen Advokat mampu secara penuh dalam proses peradilan pidana.
Perkataan “terpadu” disini dimaksudkan untuk memberi tekanan pada aspek koordinasi dan kerja sama antar komponen dalam sistem peradilan pidana terpadu dimana komponen Advokat ada di dalamnya.
Untuk menuju Sistem Peradilan Pidana Terpadu maka diperlukanlah seorang Advokat profesional, bukan seorang Advokat “asal-asalan”.
Dalam IJURI. No.18 tahun 2003 tentang Advokat telah diatur jelas dengan dilengkapi peraturan-peraturan lainnya tentang kualifikasi dan persyaratan- persyaratan yang ketat untuk seseorang dapat diangkat menjadi seorang Advokat.
Profesi Advokat disini termasuk ke dalam golongan Lembaga Penegak Hukum non pro justitia diluar pemerintahan yang juga berperan penting dalam dan menentukan pelaksanaan dan wajah penegakan hukum meskipun belum menjadi sub sistem dari sistem peradilan pidana.
Jasa hukum /bantuan hukum oleh Advokat sangat erat kaitannya dengan usaha pencari keadilan.
Hak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagai salah satu hak asasi manusia sangat didambakan oleh semua orang yang tersangkut suatu perkara.
Dalam hukum positif Indonesia ketentuan mengenai jasa hukum/ bantuan hukum ini diketemukan antara lain dalam UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UURI No. 18 Tahun 2003 TentangAdvokat dan juga terdapat dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP yaitu pasal-pasalsebagai berikut:
- Bab VI Tentang tersangka atau terdakwa, pasal 54-57; Pasal 60-62.2.
- Bab VII Tentang bantuan hukum, pasal 69-743.
- Bab XIV tentang Penyidikan, yaitu pasal 114 dan 115.
Ketentuan tersebut di atas bisa dikatakan sebagai perwujudan dan penjabaran lebih lanjut dari asas persamaan di muka hukum (equality before the law) seperti yang tersirat dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945
Mengenai bantuan hukum, bentuk dan jenis umum bantuan hukum, yakni perwakilan profesional secara gratis yang dilakukan Advokat tunjukkan pengadilan, dianggap sebagai koreksi terhadap distribusi sumber daya hukum yang timpang antara orang yang berada dan orang miskin.
Terutama bila lingkupnya dibatasi pada tuntutan pidana, bantuan hukum merupakan tanggapan minimal, sebagai pemantas, terhadap kegagalan mitos bahwa semua orang sama di mata hukum.
Baca juga: 10+ Tugas Advokat dalam Penegakan Hukum
Bantuan Hukum dikonsepsikan sebagai:
- Suatu hak yang dapat dituntut oleh setiap subjek hukum bilamana ia memerlukannya danpemenuhannya merupakan kewajiban;
- Bantuan hukum merupakan pekerjaan profesional yang memerlukan pendidikan dan keahlian khusus;
- Bantuan hukum adalah merupakan suatu pekerjaan pemberian jasa hukum dari seorang ahli hukum kepada mereka yang membutuhkan.
Namun demikian, seiring berjalannya proses perubahan sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap bekerjanya hukum dalam masyarakat bukan hanya faktor internal dalam sistem hukum itu sendiri (hukum, aparat, organisasi dan fasilitas), tapi juga faktor-faktor eksternal diluar sistem hukum, seperti sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Bahkan dalam era globalisasi sekarang ini, pengaruh faktor tata pergaulan Internasional tidak dapat diabaikan.
Pemikiran untuk memaksimalkan peran Advokat dalam proses peradilan pidana, tampaknya merupakan pemikiran yang realistis, sebab dalam praktek pemberian jasa hukum / bantuan hukum ternyata masih ditemui banyak hambatan bersifat politis, sosial, ekonomi/finansial dan psikologis.
Para Legal Profesional seperti Advokat memiliki prilaku yang tidak selalu sama di muka pengadilan.
Marc Dalanter membedakan Advokat yang tergolong “one-shooter” dan repeat players”yang pertama bersifat amateuran sedang yang kedua bersifat profesional.
Keduanya memiliki perbedaan bertalian dengan cara-cara kerja, intensitas hubungan dengan pengadilan serta jenisperkara yang ditanganinya.
Hanya Advokat profesional yang setiap mendampingi klien, memiliki intelegensi yang tinggi, keahlian dan spesialisasi, hubungan pribadi yang luas dengan berbagai instansi, berpegang pada kode etik profesi, kredibilitas serta reputasi, bekerja secara optimal dengan sedikit kerugian serta kemampuan litigasi yang baik.
Sehingga stigma buruk terhadap profesi Advokat yang disebabkan oleh beberapa oknum yang menyimpang dari kode etik profesi Advokat.
Atau bahkan perbedaan pandang dari aspek kultural seperti pandangan sinis / negatif terhadap para pemberi jasa bantuan hukum ini dapat diminimalisir dengan cara menunjukkan profesionalitas para Advokat dalam menjalankan profesinya.
Serta kesadaran hukum masyarakat akan hukum dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap profesi Advokat sebagai penolong masyarakat dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
Dengan besarnya peranan profesi Advokat yang profesional menjadi sebuah komponen dalam sistem peradilan pidana terpadu dimana adanya koordinasi dan kerja sama antar komponen.
Maka perlunya perombakan ulang terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sistem peradilan pidana, agar semakin memperkokoh posisi kedudukan Advokat sebagai sub sistem dari sistem peradilan pidana itu sendiri.
Sehingga menjadi sub sistem yang sejajar dengan subsistem yang lain (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan).
Tidak seperti saat ini, tanpa Advokat pun proses penegakan dalam sistem peradilan pidana itu tetap berjalan sehingga dominasi penguasaan hukum dalam penegakan hukum seolah menjadi milik para penegak hukum yang berada didalam pemerintahan.
Pelaksanaan hukum dalam masyarakat sangat bergantung pada kesadaran hukum masyarakat karena ia menjadi subjek hukum.
Namun juga sangat ditentukan oleh pelaksanaan penegakan hukum oleh para petugas penegak hukum.
Banyak peraturan hukum tidak dapat terlaksana dengan baikkarena oknum penegak hukum kurang paham tugas dan tanggungjawabnya.
Jika dipandang dari segi bentuk dan tempatnya, maka peran Advokat sebagai penegak hukum dalam mendukung terwujudnya sistem peradilan pidana terpadu dalam penegakan hukum pidana diIndonesia, terdapat 2 (dua) peran utama yakni :
1. Peran Advokat dalam bentuk pendampingan hukum terhadap pelaku yang diatur didalam KUHAP
Apa peran advokat dalam penegakan hukum di Indonesia? Peran Advokat dalam bentuk pendampingan hukum terhadap pelaku yang diatur didalam KUHAP, yakni:
Pendampingan hukum oleh Advokat terhadap pelaku yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Didalam KUHAP ternyata memang tidak mengatur mengenai peran Advokat dalam pendampingan hukum terhadap korban oleh Advokat.
Adapun yang diatur didalam KUHAP adalah peran Advokat dalam pendampingan hukum terhadap tersangka atau terdakwa selama dalam waktudan pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP).
Menurut Yahya Harahap, kedudukan dan kehadiran serta manfaat Penasihat Hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan adalah secara pasif.
Sebagai “penonton”, terbatas hanya melihat serta mendengar atau withinsight and within hearing. tidak diperkenankan memberi nasihat.
Manfaatnya, paling tidak mencegah penyidik membuat suasana pemeriksaan lebih manusiawi, dan dari segi psikologis, mendorong tersangka, terdakwa (pelaku) lebih berani mengemukakan kebenaran yang dimiliki dan diketahuinya.
2. Peran Advokat dalam bentuk pendampingan hukum terhadap korban yang diatur diluar KUHAP
Peran Advokat dalam bentuk pendampingan hukum terhadap korban yang diatur diluar KUHAP, yakni :
Poin 1
Pendampingan hukum oleh Advokat terhadap korban yakni diatur dalam UURI. No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT) diatur mengenai peran dan fungsi Advokat dalam mendampingi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam pemeriksaan di pengadilan.
Dalam Pasal 25 (UU KDRT) disebutkan bahwa dalam halmemberikan perlindungan dan pelayanan, Advokat wajib:
- Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban danproses peradilan;
- Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; atau
- Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerjasosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya
Poin 2
Pendampingan hukum oleh Advokat terhadap korban yakni dalam perkara atau kasus yang melibatkan anak-anak di bawah 18 (delapan belas) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UURI. No. 23 Tahun 2002 yang telah diperbaharui dengan UURI. No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Diatur bahwa setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Pemberian bantuan hukum melibatkan Advokat diperuntukkan bagi anak-anak korban atau pelaku.
Poin 3
Pendampingan hukum oleh Advokat terhadap korban yakni diatur dalam UURI. No. 13 Tahun2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) hak-hak korban diatur dalam Pasal 5 ayat(1) yang apabila dihubungkan dengan peran Advokat, maka peran Advokat akan terkait dengan hak korban terutama pada Pasal 5 ayat (1):
- huruf f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
- huruf g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
- huruf h. mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan dan;
- huruf i. mendapat nasihat hukum.
Penutup
Dengan demikian, profesi Advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum.
Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya.
Kewenangan Advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna menjaga ke independensian Advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga menghindari adanya kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penegak hukum yang lain.
Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi Advokat, tentu harus diikuti oleh adanya tanggungjawab masing-masing Advokat dan Organisasi Profesi Advokat.
Sekian artikel berjudul Peran Advokat dalam Hukum di Indonesia, semoga bermanfaat.
Referensi:
Peran Advokat Sebagai Penegak Hukum Dalam Mendukung Terwujudnya Sistem Peradilan Pidana TerpaduDalam Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia, Jurnal Daulat Hukum Volume 1 No. 1 Maret 2018 : 138 – 156